copy paste dari web JAK
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2013/07/s2-apa-yang-paling-bagus-untuk-akuntansi-dan-keuangan/

untuk tujuan internal..

Di wilayah akademis atau sektor publik, predikat sarjana dan pasca sarjana (S2) bisa menentukan karir seseorang sejak di awal. Di lingkungan bisnis?

Tidak terlalu. Jauh lebih penting adalah kemampuan dan attitude dalam bekerja. Banyak penelitian di luar sana yang menyebutkan bahwa pengaruh kecerdasan akademis (academic smartness) terhadap kinerja di lingkungan bisnis tak lebih dari 20 persen. Sedangkan 80 persen sisanya adalah faktor-faktor di luar itu, diantaranya kecerdasan emosional (emotional smartness).

Sehingga di lingkungan bisnis, bisa dibilang, predikat/gelar akademis akan relevan HANYA kalau mampu memberikan nilai tambah bagi output pekerjaan yang dihasilkan—yang sudah pasti diukur dengan parameter-parameter ekonomis oleh perusahaan.

Misalnya:

Ketika masih berpendidikan S1, Budhi seorang chief Accountant, butuh waktu 5 hari—sejak tanggal tutup buku—untuk menyelesaikan Laporan Keuangan perusahaan, dengan tingkat error antara 3-5%. Setelah lulus pasca-sarjana, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan Laporan Keuangan masih tetap 5 hari dengan tingkat error yang juga tetap 3-5%.

Dalam kondisi seperti ini, Budhi takkan memperoleh promosi jabatan sampai dia mampu meningkatkan kinerjanya, meskipun dia telah menyelesaikan pendidikan pasca-sarjana. Ini contoh pendidikan yang tidak berkontribusi terhadap karir, karena parameter yang digunakan dalam penilaian kinerja bukan predikat pendidikan, melainkan output kinerja.

Hal inilah yang membuat urusan memilih sekolah pasca sarjana—untuk mendongkrak karir di lungkungan bisnis—menjadi tidak mudah.

Pertanyaannya: pendidikan pasca sarjana (S2) apa yang paling sesuai untuk orang akuntansi dan keuangan?

Itu yang dibahas dalam artikel ini (masih lanjutan dari percakapan dengan Senior Admin JAK sebelumnya.)

Program Pasca Sarjana Apa Yang Paling Sesuai? Pilihan yang paling lumrah saat ini ada diantara Master Akuntansi (Maksi) dan Megister Manajemen (MM).

MM tergolong pilihan yang paling klasik di Indonesia. Bisa dibilang “Masternya Sejuta Umat”, karena program S2 ini begitu populer dan diambil oleh sebagian besar orang dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Mau praktisi, akademisi, politisi, pejabat, manajer, akuntan, bahkan dokter dan insinyur pun banyak yang bergelar MM, saking populernya.

Untungnya sekarang ada pilihan spesifik untuk S1 jurusan Akuntansi yang ingin melanjutkan study ke Setrata-2 (S2), yakni Master Akuntansi (Maksi) yang ditawarkan oleh hampir semua Fakultas Ekonomi di Indonesia.

Sehingga, Master klasik bagi S1 Akuntansi tidak lagi MM, melainkan sudah mulai digantikan oleh Maksi yang kian populer dikalangan Akuntan Indonesia saat ini.

“Sorry, saya TIDAK merekomendasikan keduanya (MM maupun Maksi) untuk pasca-sarjana orang akuntansi dan keuangan?” sergah senior admin nya JAK.

Untuk MM saya setuju; disamping kurang efektif juga kurang relevan untuk orang akuntansi, karena terlalu ke manajemen. Bagimana dengan Maksi?

“Konten programnya Maksi seperti apa dulu?” beliau bertanya balik. Beliau memang jarang ada di Indonesia, sehingga mungkin kurang mengikuti perkembangan di sini.

Saya ceritakan bahwa Maksi ini tergolong program baru untuk S2 Akuntansi dan menawarkan 2 macam konsentrasi, yaitu:
(a) Maksi konsentrasi riset (untuk peneliti dan akademisi);
(b) konsentrasi practical (untuk praktisi).

“Untuk konsentrasi riset ya jelas lebih banyak membahas teori dan konsep akuntansi yang kemudian diuji dengan penelitian-penelitian. Lalu konsentrasi practical untuk praktisi nya seperti apa?”

Saya tidak bisa jawab pertanyaan itu karena belum pernah mengambil program Maksi. Admin Unyu ambil Maksi, sayangnya dia tidak online ketika saya ngobrol dengan senior di Skype.

“Kalau practical yang dimaksudkan adalah praktek simulasi proses akuntansi, pelaporan keuangan, pajak dan audit, berarti tidak ada bedanya dengan PPAk. Paling-paling ditambah penelitian dan penyusunan Thesis. Dan itu samasekali tak diperlukan oleh mereka yang sudah bekerja di bidang akuntansi dalam lingkungan bisnis, karena mereka sendiri telah melakukan pekerjaan yang sesungguhnya,” senior memberi pengertian.

Oleh sebab itu beliau tidak merekomendasikan Maksi untuk akuntan yang telah bekerja di lingkungan bisnis (di KAP maupun di perusahaan).

“Kecuali, untuk sekedar punya gelar S2, ya tidak apa-apa,” imbuhnya.

Jika bukan Maksi, lalu program S2 mana yang paling sesuai?

“Untuk praktisi yang sudah berada di management level, saya sarankan program MBA,” katanya.

Mengapa MBA Paling Bagus Untuk Praktisi di Akuntansi dan Keuangan? “Dalam program MBA, anda bisa belajar seluk-beluk aspek bisnis—mulai dari operasional hingga finansial—dalam bentuk practical. Bukan sebatas teori, konsep dan uji statistik.” ujar senior admin JAK.

“Tidak ada sesi pengulangan pelajaran dari jenjang S1 seperti yang lumrah terjadi pada program S2 lainnya. Dari awal perkuliahan hingga akhir, fully, yang dibahas adalah bisnis, bisnis, and bisnis, dikemas dalam format yang siap untuk diaplikasikan di lingkungan bisnis sebenarnya,” senior menjelaskan lebih jauh.

Contoh topik bahasannya?

“Macam-macam” jawabnya.

Beberapa contoh topik yang dibeberkan oleh senior admin JAK, diantaranya:

1. Teknik mengidentifikasi dan menganalisa kinerja perusahaan dalam berbagai aspek (operasional dan finanasial), kinerja personel—termasuk di dalamnya mengidentifikasi masalah dan mencari solusi.

2. Teknik-teknik mengoptimalkan sekaligus mengefektifkan sumber daya (uang, manusia, mesin, peralatan, dll) agar menghasilkan tingkat profitabilitas maksimum.

3. Cara mengidentifikasi dan menganalisa risiko—baik risiko bisnis maupun risiko hukum—dalam berbagai level dan skala, termasuk mencegah dan mengatasi risiko yang timbul, dalam lingkungan bisnis.

4. Kiat membangun jaringan dan membina hubungan dengan pelanggan (customer/klien), vendor, institusi keuangan, asosiasi, lembaga pengawas, pemerintah dan pihak-pihak terkait dengan perusahaan—termasuk teknik-teknik bernegosiasi.

5. Teknik mengambil keputusan strategis dengan menggunakan parameter-parameter keuangan dan operasional.

6. Dan masih banyak lagi lainnya, sampai ke urusan ledership dan mentorship.

Sangat menarik, konkretnya seperti apa ya kira-kira?

“Contohnya banyak. Tapi saya aakan sebutkan beberapa saja yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan saja.

Misalnya:

1. Menganalisa kinerja Persediaan – Saat kuliah S1 dan program PPAk anda diajarkan bagaimana caranya menjurnal, menentukan cost flow (FIFO, Weighted Average, dll), melaporkan hingga mengaudit persediaan agar sesuai dengan Standar Akuntansi. Dalam study MBA anda diajari caranya menilai kinerja persediaan (item mana yang fast moving dan mana yang slow moving)—sehingga bisa memutuskan item mana yang selalu harus ada dalam stock, mana yang harus segera diubah menjadi kas (dijual dengan harga discount misalnya) agar working capital tidak terganggu. Termasuk menentukan ambang batas minimal dan maksimal untuk masing-masing item, sehingga tidak membebani keuangan perusahaan.

2. Mengoptimalkan sumber daya berupa Kas – Saat kuliah S1 dan program PPAk anda diajari perlakuan akuntansi kas (menghitung, membuat rekonsiliasi, mengakui, membuat laporan arus kas, hingga melakukan audit) agar sesuai dengan Standar Akuntansi. Dalam program MBA anda diajari bagaimana caranya menjaga agar kas selalu tersedia dalam jumlah cukup namun tidak sampai ‘idle’ alias menganggur. Anda belajar teknik mengakselerasikan proses pengumpulan kas (mengoptimalkan collection sementara menunda cash out ke vendor misalnya), ketika perusahaan terancam kehabisan kas di tengah jalan. Anda belajar teknik memilih rekening bank, lokasi bank, hingga menentukan cara-cara pembayaran (baik cash-in maupun out) sehingga carrying cost dari transaksi kas ada pada level yang paling minimal tanpa menganggu kinerja perusahaan dan tanpa risiko melanggar aturan perbankan. Ini menjadi sangat crucial ketika perusahaan memiliki banyak perusahaan anak/cabang yang berlokasi di kota/negara yang berbeda-beda, karakter operasional berbeda-beda—dengan prosedur/rule perbankan yang berbeda-beda pula.

3. Mengidentifikasi dan menganalisa risiko bisnis terkait Piutang – Di masa kuliah S1 dan PPAk anda belajar perlakuan akuntansi piutang, mulai dari menjurnal, menganalisa umur piutang untuk menentukan tanggal jatu tempo dan bed-debt, membuat cadangan kerugian piutang tak tertagih (bed debt), melaporkannya dalam neraca hingga audit. Di dalam program study MBA anda belajar teknik membuat kebijakan kredit dan piutang yang di satu sisinya minim risiko namun di sisi lainnya tidak mengganggu customers’ relationship, dengan menggunakan customer analysis. Mencari resolusi bad-debt. Menganalisa dan memutuskan antara melakukan penagihan sendiri atau menjual piutang kepada perusahaan anjak piutang (factoring).

4. Mengidentifikasi dan menganalisa risiko bisnis terkait currency – Di masa kuliah S1 dan PPAk anda belajar perlakuan akuntansi internasional, mulai dari translasi mata uang asing hingga laporan konsolidasi dengan mata uang asing dan audit. Dalam program study MBA anda belajar mengidentifikasi dan menentukan jenis mata uang asing yang akan digunakan untuk bertransaksi, mutuskan saat yang paling tepat untuk melakukan konversi, dan melakukan pemagaran risiko (hedging) terhadap keriugian kurs.

5. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dan semua materi di atas bersifat applicable, dibahas dengan live-case study, dan didiskuasikan layaknya seorang middle-manager dan executive yang sedang bekerja. Bonusnya, mahasiswa diperkenaankan mengangkat real case yang sedang dihadapi di tempat kerja,” beliau menjelaskan panjang lebar.

“Sekarang coba anda bayangkan, apa yang bisa dipetik oleh seorang fresh graduate S1 Akuntansi yang masuk S2 MBA sementara tidak dalam posisi yang sungguh-sungguh sedang menghadapi pekerjaan? Secara konsep dan teori mungkin bisa paham. Tetapi coba bandingkan bila yang belajar adalah seorang manager yang sebentar lagi akan dipromosikan menjadi seorang controller atau treasurer atau CFO? Tentu hasilnya akan sangat berbeda,” terangnya lebih lanjut.

“Itu sebabnya saya merekomendasikan study S2, khususnya MBA, hanya bagi mereka yang sudah berada di management level, bukan fresh graduate. Dalam hal ini bukan soal punya atau tak punya uang, melainkan soal tepat guna,” imbuhnya.

“Yang dipelajari dalam study MBA rata-rata teknik menganalisa masalah, mencari solusi, membangun strategi, membuat keputusan dan kebijakan REAL BUSINESS. Bukan membaca konsep, menghafalkan rumus, ujian, wisuda, menyandang gelar MBA, lalu tiba-tiba jadi boss. NO!” senior admin JAK menegaskan.

Terus terang saya terbengong-bengong melihat contoh-contoh konkret dari aplikasi study MBA di atas. Saya terbengong-bengong karena 2 alasan:

  • Pertama, sangat tertarik untuk belajar ilmu-ilmu seperti itu dan kelihatannya memang akan saya butuhkan, cepat atau lambat.
  • Kedua, saya berpikir; apakah seorang akuntan perlu sampai tahu dan menguasai hal-hal seperti itu?
“Kalau target anda hanya jadi akuntan dan auditor, tentu tidak perlu menguasai hal-hal seperti itu. Cukup ambil program PPAk, Brevet Pajak, lalu ikut ujian CIA/CISA, CPA dan USKP. Samasekali tak perlu mengambil study S2. Untuk apa? Wong cuma untuk mengurus laporan keuangan dan menilai kewajaran laporan keuangan, habis itu ambil gaji, THR dan bonus,” terangnya dalam dialek Jawa medok.

“Tapi kalau target anda adalah posisi partner dan managing partner di KAP, perlu study S2 (mungkin MBA atau setidaknya MM). Karena pada level ini, anda tidak lagi hanya berpikir tentang laporan keuangan klien dan atestasi semata, melainkan berpikir bagaimana caranya agar KAP yang anda urus mampu bersaing dengan tetap menjaga kualitas jasa (kompilasi, audit/atestasi) yang anda serahkan kepada klien, membina hubungan baik dengan klien-klien kelas kakap, memperoleh keuntungan yang bagus—sehingga KAP nya berkembang. Singkatnya anda mulai berpikir tentang bisnis.”

Berapa Kisaran Biaya Program Pasca Sarjana MBA Dari contoh topik pembelajaran dan aplikasi konkret yang dijelaskan, rasanya tidak salah jika senior admin JAK lebih merekomendasikan MBA ketimbang Maksi atau MM.

Pertanyaannya: Berapa biaya program study MBA?

“Saya tidak tahu yang di Indonesia, kalau di sini (AS) bervariasi, tergantung jenis dan sekolah bisnisnya,” kata senior.

Katanya, ada 2 macam program study MBA yang lumrah ditawarkan di sana:

  1. Fulltime MBA, untuk non-eksekutif dengan biaya pendidikan berkisar antara USD 80,000 s/d USD 120,000 (setara dengan Rp 750 juta s/d 1.1 milyar)
  2. Executive MBA (EMBA), untuk eksekutif dengan biaya pendidikan berkisar antara USD 130,000 s/d 150,000 (setara dengan Rp 1.2 s/d 1.4 milyar).
“Untuk Executive MBA di sekolah bisnis yang masuk kelompok TOP TEN seperti Kellogg (Northwestern), Chicago’s Booth, MIT’s Sloan, Stanford, Harvard, Columbia, dll, tujuh tahun lalu, sekitar USD 150,000 di luar biaya hidup,” tutur senior admin JAK.

Menurut saya pribadi, itu biaya pendidikan yang luar biasa tinggi. Tidak bisa saya bayangkan, kapan bisa saya jangkau.

“Halah, untuk beli mobil saja berani, mosok untuk pendidikan nggak berani,” senior menyindir.

“Lagi pula ini kan biaya pendidikan di sini, kalau di Asia mungkin jauh lebih murah, meskipun tentu saja mutunya berbeda,” imbuhnya.

“Saya maklum, anda kan akuntan, jadi yang ada dalam pikiran anda hanya COST. Sehingga yang anda tanyakan pertama selalu BERAPA BIAYANYA?” sindirnya lebih lanjut.

Urusan ngeledek dan nyindir, senior JAK yang satu ini memang jagonya. Tetapi saya tahu maksud beliau baik, yakni melecut semangat juang saya. Tetapi kali ini, tebakan beliau tak sepenuhnya benar; menanyakan biaya karena uang memang masih merupakan kendala utama bagi saya.

“Suatu saat nanti, jika sudah MBA, sinyal bawah sadar yang tumbuh dari pola pikir anda tidak lagi COST, melainkan Return of Investment (ROI) beserta risiko-risiko yang menyertai,” sergahnya.

Lalu, bagaimana ROI nya study MBA?

“Lagi-lagi yang saya tahu hanya yang di sini (AS) dan tergolong tinggi. Selisih antara Middle-Management jebolan MBA dari business school ternama dengan non-MBA bisa mencapai USD 100K per annum. Kalau di C-suite (executive maksudnya) sangat sulit diukur, terlalu banyak faktor. Tetapi tahu sendirilah seperti apa reward mereka, biaya pendidikan MBA mungkin hanya pojokan dari net-income nya.”

Dimana Mengambil Program Study MBA? Biaya dan ROI program study MBA sudah. Pertanyaan yang belum terjawab: Dimana mengambil program study MBA?

“Untuk full time MBA, Booth Business School (University of Chicago) yang paling bagus saat ini. Bisa di salah satu yang masuk kelompok top ten saja sudah bagus,” katanya sambil memberi sebuah artikel yang isinya peringkat mutu program MBA terbitan The Economist.

Berikut adalah cuplikan dari daftar peringkat mutu program Fulltime MBA dari yang terbaik sampai dengan peringkat ke-15, versi The Economist:

Daftar Peringkat Mutu Fulltime MBA versi The Economist

-- insert gambar disini --


Masalahnya, apakah di Indonesia ada? Bagaimana mutu program MBA di Indonesia?

“Kan tidak harus di Indonesia. Kalau mau agak dekat, coba NUS atau Nanyang (Singapore), atau mungkin Melbourne (Australia). Setahu saya di sana juga lumayan bagus,” sarannya.

“Kalau mau di NUS (National University of Singapore), EMBA nya lumayan bagus. Karena, kalau tidak salah, mereka ada kerjasama dengan Kellogg (Northwestern, AS). Coba ditanyakan ke sana,” imbuhnya.

Saya coba telusuri di websitenya The Economist, ternyata EMBA nya NUS (berejasama dengan Northwestern) memang masuk peringkat ketiga per 2013 ini. Berikut adalah daftar peringkat mutu EMBA versi The Economist:
Daftar Peringkat Mutu Program EMBA versi The Economist

-- insert gambar disini --

Akhirnya, ucapan terimakasih khusus untuk Senior Admin JAK yang telah berkenan membagi pandangan dan ilmunya terkait dengan ide melanjutkan study untuk orang akuntansi. Tentunya ini sangat berguna bagi saya dan mudah-mudahan bermanfaat pula bagi pembaca JAK. Goodluck everyone.


 
Romas
7/26/2017 07:45:36 pm

Terima kasih ya udah posting tulisan yang mencerahkan bagi saya.

Reply
12/15/2017 01:39:24 am

Terima kasih, tulisan Anda sangat memberikan inspirasi dan pencerahan untuk saya sebagai seorang Sarjana Akuntansi yang berencana melanjutkan studi magister.

Reply
Pratiwi
11/29/2021 06:40:49 am

terimakasih, artikelnya sangat mencerahkan untuk saya. di 2021 saya masih bingung harus lanjut s2 atau ppak. sekarang saya sudah tahu jawabannya setelah melihat artikel ini.

Reply
Kuncoro sud
12/6/2021 09:11:38 pm

terima kasih sudah membagikan cerita dan pengalaman berharga ini. sebagai S1 akuntansi yang memang sudah bekerja dan sedikit melenceng ke arah pendidikan serta berencana melanjutakan pendidikan lagii tentu hal ini sangat membantu sebagai refernsi dan bersifat edukatif

Reply
Jenny Joice
1/13/2022 12:49:10 am

terima kasih untuk pencerahan

Reply



Leave a Reply.

    Author

    kutipan